Selasa, 26 Maret 2019

Hukum aqiqah untuk yg sudah meninggal

  HUKUM 'AQIQAH UNTUK ORANG TUA YANG MENINGGAL DUNIA Bolehkah anak mengaqiqahkan orang tua anak-mengaqiqah-orang-tua Ada baiknya untuk melaksanakan aqiqah yang sesuai dengan syariat islam. Mengenai pelaksanaan kapan aqiqah dilaksanakan, waktu utama dalam melakukan aqiqah adalah tujuh hari setelah anak dilahirkan. Hal ini berdasarkan dalam hadist Rasulullah SAW yang artinya, “setiap anak terikat dengan aqiqahnya sampai disembelih pada hari ketujuh kelahirannya dan diberi nama.” (HR. Al Tirmidzi). Namun apabila saat hari ketujuh kelahiran sang anak tidak dapat melaksanakan aqiqah, maka pada aqiqah bisa dilaksanakan ada hari ke-14. Kemudian pada hari ke-21. Dan jika setelah hari ke-21 masih belum mampu, maka dibebaskan kapan saja ingin melaksanakan aqiqah jika sudah mampu. Meskipun saat anak sudah menginjak usia dewasa (baligh) maka gugurlah kewajiban orang tua mengaqiqahkan anaknya, tapi tidak gugur bagi anak untuk mengaqiqahkan dirinya sendiri. Karena setelah seorang anak mencapai usia baligh, maka seluruh beban ibadah menjadi tanggungannya sendiri, bukan lagi orang tuanya. Anjuran mengaqiqahkan anaknya ini menjadi kewajiban ayah sebagai kepala keluarga yang menanggung nafkah anak. Namun bagaimana jika yang diaqiqahkan adalah orang tua kita? Apakah sang anak dapat melakukan aqiqah untuk orang tuanya? Mengaqiqahkan orang tua yang masih hidup hukumnya tidak dilarang, asalkan mendapatkan izin darinya dan dalam proses aqiqah terpenuhi. Sedangkan hukum mengaqiqahkan orang tua yang sudah meninggal dunia juga diperbolehkan apabila ada wasiat seperti melakukan kurban atas nama almarhum. Dan apabila orang tua telah meninggal dan tidak pernah memberikan wasiat untuk diaqiqahkan maka cukup dengan menyembelih hewan kemudian disedekahkan atas nama orang tua yang telah meninggal. Ada seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah SAW, “ibuku meninggal dunia secara mendadak, dan menduga seandainya ibuku sempat berbicara dia akan bersedekah. Apakah dia akan memperoleh jika aku bersedekah atas namanya?”. Rasulullah menjawab: “ya benar”. (Shahih Bukhari bab Jana’iz no. 1299). Dalam surat An-najm ayat 39 juga dijelaskan bahwa tidak ada yang dapat membatasi seseorang untuk dapat berpartisipasi dalam kelancaran ibadah orang lain. Aqiqah Anak ketika sudah dewasa Anak merupakan anugerah berupa harta yang tiada tara. Bagi orang tuannya, anak adalah belahan jiwa. Dalam islam terdapat cara berupa penyembelihan hewan (kambing) sebagai bentuk syukur bagi para orang tua atas kelahiran sang buah hati. Anjuran tersebut dinamakan aqiqah. Praktik jasa aqiqah pun kini semakin marak seiring dengan meningkatnya kesadaran… Yuk Kenali Syarat Dan Tata Cara Aqiqah Menurut Islam Aqiqah merupakan suatu pelaksaan ibadah yang sangat suci sekali bagi umat islam. Maka dai itu ada baiknya bagi Anda untuk lebih mengetahui bagaimana Aqiqah itu dilaksanakan. Para ulama telah sepakat untuk pelaksaan aqiqah dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran si kecil. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW yaitu “… Apakah boleh Berqurban tapi Belum Aqiqah Pertama, hukum aqiqah adalah sunnah mu’akkadah dan terkait dengan kelahiran anak, sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah swt, Sedangkan qurban adalah ibadah terkait dengan hari idul adha sebagai amalan sunnah mu’akkadah, untuk meneladani sunnah Nabi Ibrahim as. Kedua, memang kedua ibadah tersebut jika dilihat dari bentuk dan tata cara aplikasinya… Hukum Aqiqoh Dan Qurban Untuk Orang Tua Yang Sudah Meniggal Bolehkah Aqiqah dan Qurban Untuk Orang Tua yang Telah Meniggal ? - Pak Idam adalah seorang pengusaha yang sukses. Ketekunan yang tertanam dalam jiwa dan kepatuhan kepada orang tua telah mengantarkannya menjadi orang yang sukses di masa tuanya. Suatu ketika pak Idam mendengar cerita bahwa orang tuanya belum diaqiqohi. Sebagai putra yang berbakti kepada orang tuanya, pak Idam segera membeli kambing guna mengaqiqohi orang tuanya. Hukum Aqiqoh Dan Qurban Untuk Orang Tua Yang Sudah Meniggal Qurban, tanda cinta kepada Allah dan sesama Hukum aqiqoh dan qurban untuk orang tua yang sudah meninggal Pertanyaan : Bolehkah sebagai anak meng-aqiqohi orang tuanya yang sudah meninggal ? Pertimbangan : Aqiqoh adalah sunnah Rosul yang didefinisikan sebagai penyembelihan hewan dalam rangka penebusan seorang anak. Sebab, sebagaimana sabda Nabi Muhammad salallahu `alaihi wasalam, tubuh seorang anak itu tergadaikan sampai ia diaqiqahi. Dari Hadits tersebut di atas yang di riwayatkan oleh Turmudzi, Imam Ahmad Ibn Hambal berkomentar bahwa anak yang tidak diaqiqahi padahal orang tuanya sudah mampu, kelak di hari kiamat tidak akan mampu memberikan syafaat kepadanya. Yang paling sempurna, aqiqah untuk anak laki-laki adalah dua ekor kambing yang telah berumur satu tahun. Sedangkan untuk anak perempuan cukup satu ekor kambing saja. Boleh satu ekor kambing untuk anak laki-laki, tetapi hal ini kurang sempurna. Waktu disunnahkannya aqiqah adalah sejak kelahiran sang buah hati, sampai sang anak menginjak baligh. Namun, sangat utama jika aqiqah dilakukan pada hari ketujuh setelah bayi terlahir. Jika anak telah menginjak baligh sebelum ia sempat diaqiqahi, maka orang tua tidak lagi menanggung beban aqiqah. Sebaliknya, beban kesunnahan aqiqah akan menjadi tanggungan anak tersebut. Sebab, setelah manusia menginjak usia baligh, maka seluruh beban ibadah akan dibebankan di pundaknya sendiri, bukan orang lain. Lihat Al-Qur`an surat An-Najm ayat 39. Namun, dalam ayat tersebut tidak dapat membatasi seseorang untuk bisa ikut berpartisipasi dalam kelancaran ibadah orang lain. Dalam persoalan di atas misalnya, syara` memberikan kewenangan kepada seorang anak untuk mengaqiqahi orang tuanya yang belum terlaksana. Dengan catatan, pleksanaan aiqiah tersebut telah mendapat izin atau wasiat. Sayyidina Ali rodiyallahu `anhu berkata : "Baginda Nabi pernah memerintahkanku untuk melakukan qurban untuknya dan aku melaksanakan qurban untuknya ". Dari kisah sayyidina Ali ini ulama menyimpulkan bahwa melaksanakan qurban untuk orang lain diperbolehkan asalkan telah mendapat izin atau wasiat darinya. Selanjutnya, ulama mencoba mengembangkan konklusi hukum demikian ini ke dalam persoalan aqiqah. Mengingat, qurban dan aqiqah memiliki banyak persamaan. Bahkan, menurut Abu Hasan Al-`Ubadi melakukan qurban untuk mayit (orang meninggal) tidaklah harus mendapat wasiat darinya. Dengan tegas beliau memaparkan pahala qurban tetap akan sampai pada mayit. Beliau berargumen bahwa qurban adalah sedekah, untuk mengirimkan qurban pada orang lain tidak harus mendapatkan izin atau wasiat darinya. Begitupun halnya dengan masalah aqiqah. Bila Orang Tua Tidak Mampu Mengaqiqahkan Anaknya? Hukum Aqiqah Jika Tidak Mampu Aqiqah Akikah Untuk Orang Tua Hukum Aqiqah Bila Tidak Mampu Hukum Orang Tua Tidak Mengaqiqahkan Anaky BILA ORANG TUA TIDAK MAMPU MENGAQIQAHKAN ANAKNYA? Pertanyaan. Jika orang tua dahulunya tidak mampu mengaqiqahkan anaknya, apakah masih ada keharusan untuk mengaqiqahinya ketika mereka sudah mampu? Atau haruskah masing-masing anak itu mengaqiqahi diri mereka sendiri ketika sudah mampu? Jawaban Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin pernah ditanya tentang orang yang belum sempat mengaqiqahi anak-anaknya kemudian dia meninggal, apakah keharusan mengaqiqahi anak-anaknya menjadi gugur? Ataukah anak-anak itu yang mengaqiqahi diri mereka sendiri? Beliau rahimahullah menjawab: Aqiqah itu sunah muakkadah (amalan sunat yang sangat ditekankan-red) bagi orang yang mampu untuk melakukannya, yaitu penyembelihan dua ekor kambing jika bayinya laki dan satu ekor kambing jika bayinya perempuan. Paling bagus, hewan-hewan itu disembelih pada hari ketujuh dari hari kelahiran bayi yang diaqiqahi. Misalnya, lahir pada hari Selasa, maka diaqiqahi pada pada senin berikutnya; Jika hari Jum’at, maka hari Kamis diaqiqahi dan begitu seterusnya. Jika tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka pada hari ke-14; Jika pada hari ke-14 juga belum bisa, maka dilaksanakan pada hari ke-21; Jika pada hari itu juga belum bisa, maka kapan saja bisa dilaksanakan. Itulah pendapat para Ulama ahli fikih. Jika orang tua tidak memliki kemampuan untuk melakukannya pada hari itu, maka keharusan melaksanakan aqiqah itu menjadi gugur. Karena aqiqah disyari’atkan bagi orang-orang yang memiliki kemampuan. Adapun orang-orang yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukannya, maka dia tidak dibebani untuk melakukannya, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla : فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ Maka bertakwalah kamu kepada Allâh menurut kesanggupanmu [At-Taghâbun/64:16] Dan firman-Nya: لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا Allâh tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. [Al-Baqarah/2:286] Jadi orang tua yang sudah meninggal itu dan memiliki beberapa anak yang belum sempat diaqiqahi, maka kita lihat keadaannya: Jika dia termasuk orang-orang yang memeliki kesulitan dalam masalah ekonomi sehingga dia tidak bisa mengaqiqahi anak-anaknya, maka anak-anak itu tidak memiliki kewajiban untuk mengqadha’ pelaksanaan aqiqah itu, karena orang tua mereka ketika itu tidak terkena beban syari’at ini. Jika dia (semasa hidupnya-red) termasuk orang-orang yang kaya, akan tetapi dia tidak mengaqiqahi anak-anaknya karena meremehkan syari’at ini, maka ini tergantung keadaan dan kesepakatan ahli warisnya. Maksudnya, jika diantara ahli warisnya ada yang memiliki keterbatasan akal, keterbelakangan mental atau ada yang belum baligh, maka bagian mereka tidak boleh diambil untuk melaksanakan aqiqah ini. Jika semua ahli warisnya mursyidûn (berakal sehat dan memiliki kemampuan untuk mengelola hartanya dengan baik-red) lalu mereka ingin dan sepakat untuk menunaikan aqiqah itu dengan menggunakan harta warisan orang tua mereka, maka itu tidak apa-apa. Jika itu tidak terjadi lalu masing-masing dari anak-anak itu berkeinginan untuk mengaqiqahi diri mereka sendiri sebagai wakil dari orang tua mereka atau sebagai qadha’ dari kewajiban orang tua mereka, maka itu juga tidak apa-apa.[1] Ditempat lain, beliau rahimahullah menyebutkan perbedaan pendapat para Ulama tentang orang yang mengaqiqahi dirinya. Beliau rahimahullah mengatakan bahwa sebagian para Ulama memandang bolehnya seseorang mengaqiqahi dirinya sendiri, jika dia tahu orang tuanya belum mengaqiqahinya. Namun sebagian Ulama yang lainnya memandang bahwa aqiqah dibebankan hanya kepada orang tua. Jika orang tua melaksanakan mengaqiqahi anaknya, maka dia berhak mendapatkan pahala. Jika tidak, maka dia tidak mendapatkan pahala.[2] Hukum Meng-Aqiqah-i Anak atau Orang Tua yang Sudah Meninggal, WAJIB BACA Tanya: Bagaimana hukumnya mengaqiqahkan anak yang sudah wafat? Apakah kewajiban orang tua belum gugur? Mohon dijawab terima kasih. Wassalamualaikum. (Ardiansyah Permadi) Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu. Alhamdulillah washshalatu wassalamu 'alaa rasulillah. Aqiqah termasuk sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang dianjurkan. Berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak, diantaranya dari Samuroh bin Jundub radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasululloh shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى Artinya: "Setiap bayi tergadaikan dengan aqiqahnya. Disembelihkan kambing pada hari ke-7, dicukur rambutnya serta diberi nama" (HR.Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’iy, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Abdul Haq, lihat at-Talkhis 4/1498 oleh Ibnu Hajar) Maksud tergadaikan di sini adalah tertahan dari suatu kebaikan yang seharusnya diperoleh jika ia diaqiqahi. Karena seorang bisa kehilangan memperoleh kebaikan karena perbuatannya sendiri atau karena perbuatan orang lain. (Lihat Tuhfatul Maudud,Ibnul Qayyim hal.122-123, tahqiq: Syeikh Salim al-Hilali) Berdasarkan perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits diatas maka tidak selayaknya meninggalkan aqiqah jika mampu. Bahkan kebiasaan para salaf mereka senantiasa melaksanakan aqiqah untuk anak-anak mereka. Yahya al-Anshori rahimahullahu mengatakan: “Aku menjumpai manusia dan mereka tidak meninggalkan aqiqah dari anak laki-laki maupun perempuan”. (Al-Fath ar-Robbani, Ibnul Mundzir 13/124, lihat Ahkam al-Maulud hal.51, Salim bin Ali Rosyid as-Sibli dan Muhammad Kholifah Muhammad Robah) Baca Juga: Hukum Berqurban untuk Orang yang Sudah Meninggal Berhubungan dengan mengaqiqahi orang yang sudah meninggal maka tidak lepas dari tiga keadaan; Pertama: Orang tua mengaqiqahi anak yang telah meninggal. Jika anak tersebut meninggal ketika sudah terlahir ke dunia, tetap disyariatkan untuk diaqiqahi. Dan jika meninggalnya masih dalam kandungan dan sudah berusia 4 bulan maka disyariatkan aqiqah, jika kurang dari 4 bulan maka tidak disyariatkan. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu mengatakan: “Apabila janin itu keguguran setelah ditiupkannya ruh maka janin tersebut dimandikan, dikafani, disholati dan dikubur di pekuburan kaum muslimin, serta diberi nama dan diaqiqahi. Karena dia sekarang telah menjadi seorang manusia, maka berlaku pula baginya hukum orang dewasa”. (Syarah al-Arba’in an-Nawawiyyah hal.90, Ibnu Utsaimin) Kedua: Anak mengaqiqahi orang tua yang sudah meninggal. Hukumnya tidak disyariatkan, karena perintah aqiqah ditujukan kepada orang tua bukan kepada anak. Ketiga: Mengaqiqahi seorang manusia yang telah meninggal. Jika ada seseorang yang meninggal dan dia semasa hidupnya belum diaqiqahi, maka tidak disyariatkan bagi ahli warisnya untuk mengaqiqahinya. Allohu A’lam. (Faedah ini kami dapat dari Syaikhuna Saami bin Muhammad as-Shuqair, murid senior dan menantu Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin, Jazaahullohu Khoiron). Syahrul Fatwa Baca Juga: Bolehkah Berkurban tapi Belum Melaksanakan Aqiqoh? Kalau meng-Aqiqahi diri sendiri bagaimana? Dalam madzhab Syafi’i, penulis kitab Fathul Qorib, Muhammad bin Qosim Al Ghozzi berkata, “Aqiqah tidaklah luput jika diakhirkan setelah itu. Jika akikah diakhirkan hingga baligh, maka gugurlah tanggung jawab akikah dari orang tua terhadap anak. Adapun setelah baligh, anak punya pilihan bisa untuk mengakikahi dirinya sendiri.” Beberapa ulama menganjurkan mengakikahi diri sendiri seperti Ibnu Sirin dan Al Hasan Al Bashri. Ibnu Sirin berkata, لو أعلم أنه لم يعق عني لعققت عن نفسي “Seandainya aku tahu bahwa aku belum diakikahi, maka aku akan mengakikahi diriku sendiri.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf, 8: 235-236. Sanadnya shahih kata Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 2726). Al Hasan Al Bashri berkata, إذا لم يعق عنك ، فعق عن نفسك و إن كنت رجلا “Jika engkau belum diakikahi, maka akikahilah dirimu sendiri jika engkau seorang laki-laki.” (Disebutkan oleh Ibnu Hazm dalam Al Muhalla, 8: 322. Sanadnya hasan kata Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 2726) Imam Malik rahimahullah berpendapat tidak perlunya mengakikahi diri sendiri. Imam Malik berkata, “Tidak perlu mengakikahi diri sendiri karena hadits yang membicarakan hal tersebut dho’if. Lihatlah saja para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang belum diakikahi di masa jahiliyah, apakah mereka mengakikahi diri mereka sendiri ketika telah masuk Islam? Jelaslah itu suatu kebatilan.” (Al Mudawanah Al Kubro karya Imam Malik dengan riwayat riwayat Sahnun dari Ibnu Qosim, 5: 243. Dinukil dari Fathul Qorib, 2: 252). Dengan jelas Imam Nawawi mengatakan bahwa tidak perlu mengakikahi diri sendiri. Alasan menguatkan pendapat ini adalah: 1. Ada sebuah hadist berikut, tetapi dinilai dhaif, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakikahi dirinya sendiri setelah ia diutus sebagai Nabi” (HR. Al Baihaqi 9: 300). Hadits yang membicarakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakikahi diri sendiri adalah hadits dho’if (lemah). 2. Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang belum diakiqahi di masa jahiliyah, tidak mengakikahi diri mereka sendiri ketika telah masuk Islam. 3. Akiqah menjadi tanggung jawab orang tua dan bukanlah anak. 4. Hukum akikah menurut jumhur (mayoritas) ulama adalah sunnah dan bukanlah wajib. Wallahu a’lam, hanya Allah yang memberi taufik. Kakek Mengakikahkan Cucu, Bolehkah? Ada semacam kewajiban bagi seorang ayah saat buah hatinya baru lahir ke dunia. Sang ayah diwajibkan menyelenggarakan aqiqah, menyembelih dua kambing bagi bayi laki-laki dan satu kambing untuk bayi perempuan. Tetapi, ada kalanya seorang ayah tidak memiliki rezeki cukup untuk melaksanakan aqiqah. Sehingga, kewajiban itu sampai tertunda hingga anak telah dewasa. Sementara ada peristiwa seorang kakek berinisiatif menggelar akikah untuk cucunya yang baru lahir. Alasannya, karena ayahnya belum memiliki rezeki cukup. Bagaimana jika peristiwa semacam ini terjadi. Apakah boleh kakek mengakikahkan cucunya? Dikutip dari konsultasi syariah, aqiqah akikah merupakan tanggung jawab orangtua sebagai bentuk nafkah kepada anaknya. Namun demikian, terdapat beberapa riwayat yang menunjukkan bolehnya seorang kakek mengakikahkan cucunya. Salah satunya hadits yang diriwayatkan Abu Daud dari Ibnu Abbas RA. " Bahwa Rasulullah SAW mengaqiqahi Hasan dan Husain, masing-masing dengan kambing jantan." Dalam riwayat lain oleh Nasai, Ibnu Abbas RA menyatakan, " Rasulullah SAS mengaqiqahi Hasan dan Husain Radhiyallahu ‘anhuma, masing-masing dengan dua ekor kambing." Terdapat beberapa pendekatan fikih terkait dibolehkannya kakek mengaqiqahi cucunya. Pertama, ibadah maliyah yaitu mengeluarkan harta boleh diwakilkan kepada orang lain setelah mendapat izin dari pihak pertama. Kedua, kakek itu termasuk bapak dan posisinya laiknya bapak. Namun demikian, aqiqah sang kakek untuk cucunya boleh dilakukan, asalkan bapak si anak setuju. Jika tidak, maka bapak si anak dapat mengganti biaya aqiqah itu. Bagaimana Hukum Meng Aqiqahi Orang Tua Yang Belum Sempat Aqiqah Pertanyaan : Seandainya orang tua belum Aqiqah dan orang tua masih hidup, terus anaknya mampu dan membelikan orang tuanya kambing untuk Aqiqah, itu bagaimana hukum Aqiqahnya ? Jawaban : Hukum meng-Aqiqohi orang tua yang sudah meninggal dunia adalah sama dengan hukum ber-Qurban untuknya, yaitu diperinci : A. Apabila ada Wasiat darinya maka hukumnya Sah. B. Apabila tidak ada Wasiat darinya maka hukumnya tidak Sah / tidak boleh, sebab kita tidak boleh melakukan Ibadah yang menjadi tanggungan orang lain / Aqiqoh tanpa ada Izin darinya. Yang diperbolehkan disini adalah kita menyembelih hewan kemudian disedekahkan yang pahalanya atas orang tua yang telah meninggal. Wallahu a’lam. [Zean Areev] حاشية القليوبي ج ٤ ص ٢٥٧ قَوْلُهُ : ( وَسِنُّهَا إلَخْ ) أَيْ وَهِيَ كَاْلأُضْحِيَّةِ فِي سِنِّهَا وَسَلاَمَتِهَا وَاْلإِهْدَاءِ وَالتَّصَدُّقِ وَقَدْرِ الْوَاجِبِ وَجِنْسِهِ وَوُجُوبِهَا بِالنَّذْرِ أَوْ الْجُعْلِ وَاعْتِبَارِ اْلأَفْضَلِ مِنْهَا قَدْرًا وَجِنْسًا وَمُشَارَكَةً وَلَوْنًا وَجَوَازِ الادِّخَارِ مِنْ غَيْرِ الْوَاجِبَةِ , وَوُجُوبِ التَّصَدُّقِ بِجَمِيعِ الْوَاجِبَةِ وَجَوَازِ أَكْلِ وَلَدِهَا وَشُرْبِ فَاضِلِ لَبَنِهَا وَعَدَمِ صِحَّةِ نَحْوِ الْبَيْعِ وَلَوْ لِجِلْدِهَا وَغَيْرِ ذَلِكَ. نَعَمْ لاَ يَجِبُ التَّصَدُّقُ بِجُزْءٍ مِنْهَا نِيئًا وَيَجُوزُ بَيْعُ الْغَنِيِّ مَا أُهْدِيَ لَهُ مِنْهَا قَالَهُ شَيْخُنَا اهـ الموسوعات الفقهية ج ٣٠ ص ٢٧٧-٢٧٨ ﺫﻫﺐ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﺍﻟﻌﻘﻴﻘﺔ ﺗﻄﻠﺐ ﻣﻦ ﺍﻷﺻﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﺗﻠﺰﻣﻪ ﻧﻔﻘﺔ ﺍﻟﻤﻮﻟﻮﺩ ﺑﺘﻘﺪﻳﺮ ﻓﻘﺮﻩ، ﻓﻴﺆﺩﻳﻬﺎ ﻣﻦ ﻣﺎﻝ ﻧﻔﺴﻪ ﻻ ﻣﻦ ﻣﺎﻝ ﺍﻟﻤﻮﻟﻮﺩ، ﻭﻻ ﻳﻔﻌﻠﻬﺎ ﻣﻦ ﻻ ﺗﻠﺰﻣﻪ ﺍﻟﻨﻔﻘﺔ ﺇﻻ ﺑﺈﺫﻥ ﻣﻦ ﺗﻠﺰﻣﻪ فتح الوهاب ج ٢ ص ٣٣٠ ﻭﻻ ﺗﻀﺤﻴﺔ ﻻﺣﺪ ﻋﻦ ﺁﺧﺮ ﺑﻐﻴﺮ ﺇﺫﻧﻪ ﻭﻟﻮ ‏) ﻛﺎﻥ ‏( ﻣﻴﺘﺎ ‏) ﻛﺴﺎﺋﺮ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ ﺑﺨﻼﻑ ﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﺃﺫﻥ ﻟﻪ ﻛﺎﻟﺰﻛﺎﺓ . ﻭﺻﻮﺭﺗﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﺃﻥ ﻳﻮﺻﻲ ﺑﻬﺎ، ﻭﺍﺳﺘﺜﻨﻰ ﻣﻦ ﺍﻋﺘﺒﺎﺭ ﺍﻻﺫﻥ ﺫﺑﺢ ﺃﺟﻨﺒﻲ ﻣﻌﻴﻨﺔ ﺑﺎﻟﻨﺬﺭ ﺑﻐﻴﺮ ﺇﺫﻥ ﺍﻟﻨﺎﺫﺭ، ﻓﻴﺼﺢ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺸﻬﻮﺭ ﻭﻳﻔﺮﻕ ﺻﺎﺣﺒﻬﺎ ﻟﺤﻤﻬﺎ، ﻻﻥ ﺫﺑﺤﻬﺎ ﻻ ﻳﻔﺘﻘﺮ ﺇﻟﻰ ﻧﻴﺔ ﻛﻤﺎ ﻣﺮ Ingin bertanya permasalahan Agama? Berqurban Untuk Orang Yang Sudah Meninggal Pertanyaan : Kami punya orang tua dan sampai meninggal pun belum pernah berqurban, dikemudian hari kami selaku putera-puteranya bermusyawarah mengenai kurban untuk orang tua kami. Yang ingin kami tanyakan adalah, apakah berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia itu boleh ? Jawaban : Bahwa hukum berkurban itu sendiri adalah sunnah… dalam "Qurban Aqiqah" Bolehkah Memberi Zakat Kepada Cucu Sendiri Pertanyaan : Mau bertanya tadz jika zakat diberikan kepada cucu kita boleh atau tidak ? Jawaban : Penanya yang budiman terjadi berbagai macam polemik diantara bagaimana hukum zakat yang diberikan kepada anak atau cucunya yang miskin. Para alim ulama' menyatakan bahwa orang tua boleh memberikan zakat kepada anak maupun cucunya… Memakan Daging Qurban Pertanyaan : Apakah daging qurban yang dilakukan untuk / atas nama orang yang sudah meninggal, boleh juga untuk dimakan oleh keluarganya? Jawaban : Daging tersebut harus disedekahkan secara keseluruhan kepada orang fakir miskin. Tidak seorangpun boleh memakan atau mengambil daging tersebut atas nama Hadiah. Dengan demikian maka orang kaya tidak… dalam "Qurban Aqiqah" Silahkan disukai dan dibagikan, insya Allah bernilai ibadah, dan jadikan ladang pahala dalam menginfaqkan ilmu-ilmu Syari'ah. Hamba yang menunjukan kebaikan kepada orang lain maka dia juga akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukan kebaikan tersebut. Syukron :)    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar